Senin, 28 Maret 2016

Makalah ( Kepemimpinan Dalam Manajemen Berbasis Sekolah )



KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Oleh : AWI SALWI

I.              PENDAHULUAN

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam era globalisasi seperti saat ini dituntut untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di tengah arus reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini mengingat bahwa betapa rendahnya mutu pendidikan Nasional baik akademik maupun non akademik, khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Masyarakat pada dasarnya telah menyadari bahwa sekarang ini mutu pendidikan sudah menjadi prioritas untuk dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai peningkatan mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan secara nasional diantaranya melalui peningkatan manajemen sekolah dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi pendidikan berazaskan desentralisasi dengan pendekatan MBS. Pendekatan MBS dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan kreativitas kepemimpinan kepala sekolah yang kuat dan efektif. 

Kepemimpinan dalam melaksanakan MBS adalah salah satu bentuk alternatif sebagai kebijakan desentralisasi pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, efisiensi serta melahirkan manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah. Hal ini dimaksudkan  untuk meningkatkan otonomi sekolah, dalam mengelola sekolah dan menciptakan kepala sekolah, guru dan administrator profesional. Kesuksesan untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing kepala sekolah.

Oleh karena itu kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Maka dari itu, penulis berusaha mengkaji tentang ”Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah”.
Di Indonesia MBS mulai diperkenalkan tahun 1999 oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek perintisan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), sehingga MBS merupakan model otonomi pendidikan yang diterapkan di sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang Indonesia tetapkan sebagai standar dalam  mengembangkan keunggulan  pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan. (Wikipedia, 2009).



II.            PEMBAHASAN

A.   Definisi Manajemen Sekolah

Istilah manajemen memiliki banyak arti, bergantung pada orang yang mengartikannya. Istilah manajemen sekolah seringkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda. Pertama, administrasi lebih luas daripada manajemen; kedua, manajemen lebih luas daripada administrasi; dan ketiga, pandangan yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.

Gaffar (1989) dalam Mulyasa (2002)[1] mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidkan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenan dengan pengelolaann proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memrlukan manajemen yang efektif dan efisien. Dalam kerangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur, serta memimpin sumber-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah.
B.   Definis Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari School Based Management yang muncul pertama kali di Amerika Serikat. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dengan kata lain bahwa Manjamenen Berbasis Sekolah menuntut sekolah untuk secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber baik kepada masyarakat atau pemerintah.

Manajemen Berbasis Sekolah juga menawarkan sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memahami peserta didik. Pada dasarnya Manajemen berbasis Sekolah suatu strategi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengerahan dan pendayagunaan sumber internal sekolah dan lingkungannya secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkuaitas dan bermutu. Menurut Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

C.   Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dalam penerapannya tujuan manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain dapat diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yanng mampu menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan diperoleh melalui partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan yang kurang mampu akan menjadi bentuk tanggungjawab pemerintah.
Sedangkan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yang lebih rinci yaitu:
1.    Meningkatkan peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
2.    Meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, dan pemerintah;
3.    Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai;
4.    Memberikan pertanggungjawaban tentang mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat;
5.    Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum muatan lokal, sedangkan kurikulum inti dan evaluasi berada pada kewenangan pusat dan pengembangannya disesuaikan dengan daerah dan sekolah masing-masing.
6.    Memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama kepada sekolah baik dengan perorangan, masyarakat, lembaga dan dunia usaha yang tidak mengikat.
D.   Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership yang berasal dari kata leader yang berarti pemimpin. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk meraih suatu tujuan dan mengarahkan sejumlah sumber daya untuk mencapai visi dan misi tertentu (Sriartha & Sudiana, 2009). Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (dalam Nurchlis, 2002: 153).[2]
Menurut Soepardi dalam (Mulyasa, 2002)[3] kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan sebagai “proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu”. Sementara Soepardi (1988) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.” Hal tersebut menandakan bahwa kepemimpinan mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.

E.     Karakteristik Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Perspektif Manajemen Berbasis Sekolah

Masalah kepemipinan akan selalu menarik untuk dijadikan obyek penelitian atau bahan kajian. Hal ini karena pemimpin dan kepemimpinan senatiasa diperlukan dalam setiap sendi kehidupan manusia, khususnya yang menyangkut hubungan kerjasama antara sesama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan kerjasama tersebut di zaman modern ini biasanya berbentuk lembaga atau organisasi baik yang berstatus organisasi formal maupun non formal.

Pemimpin memiliki peran dan fungsi yang penting serta menentukan dalam sebuah organisasi sehingga muncul pendapat yang mengatakan bahwa maju mundur dan sukses tidaknya sebuah organisasi itu sangat bergantung pada kemampuan pemimpinnya.
Pendapat tersebut nampaknya cukup beralasan terlebih jika ditengok kembali sejarah perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sebagai seorang pemimpin beliau memiliki kemampuan memimpin yang luar biasa. Beliau adalah tipe pemimpin yang memiliki karakteristik yang patut dijadikan teladan bagi umat Islam terutama di zaman yang tengah mengalami kerisis kepemimpinan seperti sekarang ini.

Ketika kepemipinan dikaitkan dengan konsep manajemen maka pemimpin memiliki posisi yangh sentral, karena dapat dikatakan bahwa kepemipinan merupakan initi dari manajemen.

Dalam melaksanakan MBS menurut komite reformasi pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Untuk mengakomodasikan persyaratan ini, kepala sekolah perlu mengadopsi kepemimpinan transformasinal[4].

Yang dimaksud kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan sumber daya organisasi secara optimal dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disini pemimpin memberikan rangsangan dan motivasi kepada para pengikutnya agar memiliki kesadaran untuk memunculkan ide-ide kreatif dan produktif, dan rasa tanggung jawab.[5]

Kepala Sekolah perlu membuka kesempatan kepada guru untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan cara memberikan keleluasaan kepada mereka untuk mengembangkan kurikulum dan metode belajar mengajar, karena gurulah yang paling tahu apa yang relevan diberikan kepada peserta didiknya. Selain itu kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan pihak luar seperti masyarakat yang merupakan konsumen utama pendidikan.

Kepala sekolah yang memiliki karakter kepemimpinan transformasional diyakini akan dapat menjadi kunci bagi keberhasilan implementasi MBS di sekolah. Hal ini disebabkan karena karakteristik kepemimpinan transformasional sesuai dengan konsep MBS.

Keberhasilan tersebut terletak pada: Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalnnya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakn  kepentingan organisasi dan bukan kepentingan peribadi. Ketiga, adaqnya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.[6]

F.    Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Perspektif MBS.

Strategi pendidikan nasional telah mengalami pergeseran yang cukup mendasar yaitu dari system manajemen terpusat (sentralistik) kea rah system manajemen desentralistik atau system yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada lemabaga pendidikan ditingkat local (sekolah) untuk mengatur dan mengelola manajemen sekolahnya secara mandiri dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara efektif dan efisien.

Sistem yang lebih dikenal dengan istilah MPMBS atau MBS ini perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan professional. SDM yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah harus terus menerus mengembangkan profesionalismenya, baik itu yang meliputi aspek keperibadiannya maupun aspek intlektualnya.

Profesionalisme merupakan syarat utama keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas dan mengemban tanggungjawab. Seseorang dapat melaksanakan tugas secara professional jika memiliki komptensi tertentu sesuai bidang tugas yang dijalani. Terwujudnya komptensi disebabkan oleh perpaduan kemampuan intlektual, pengetahuan, dan skill yang terintegrasi dalam peribadi seseorang.[7]

Seseorang disebut professional apabila ia memiliki profesi, dan profesi itu sendiri memiliki kriteria seperti yang dikemukakan oleh A. Tafsir yang dikutif dari Muchtar Luthfi sebagai berikut :
1.    Profesi harus mengandung keahlian.
2.    Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu.
3.    Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
4.    Profesi adalah untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri.
5.    Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan komptensi aplikatif.
6.    Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya.
7.    Profesi mempunyai kode etik (Kode Etik Profesi).
8.    Profesi harus memiliki klien yang jelas yaitu orang-orang yang membutuhkan layanan.[8]
Seorang kepala sekolah haruslah memiliki kualitas keperibadian yang kuat dan unggul serta memenuhi syarat komptensi akademik yang distandarkan. Mengenai hal ini kiranya ada sebuah ayat Al-Qur’an yang bias dijadikan landasan hukumnya, yaitu sebagai berikut :
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»tƒ çnöÉfø«tGó$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ  
Artinya:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". ( QS. Al-Qashash : 26 )[9]
Selain itu kepala sekolah harus mempunyai kemampuan lobi yang tinggi dengan pihak luar terutama tentang masalah dana. Dana pendidikan merupakan salah satu factor penentu kesuksesan implementasi MBS. Jika sumber dana yang dimiliki sekolah masih kurang memadai maka pihak sekolah dapat mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Dengan adanya komunikasi dua arah tersebut kemungkinan besar akan ditemukan solusi yang dapat mengatasi masalah tersebut.
III.           PENUTUP

A.   Kesimpulan

Pendidikan manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu sistem dalam rangka pemberian kewenangan kepada kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan implementasi MBS. Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership yang berasal dari kata leader. Definisi kepemimpinan itu bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri.

Kepemimpinan kepala sekolah memegang peranan kunci dalam keberhasilan aplikasi MBS. Koordinasi kepemimpinan Kepala sekolah dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah akan menentukan keberhasilan efektifitas, efisiensi dan produktifitas pendidikan. Perilaku dan sikap kepala sekolah atau pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerjasama dalam kelompok untuk mewujudkan tujuan lembaga atau organisasi. Modernitas organisasi sekolah termasuk pelembagaan MBS telah membangkitkan kesadaran akan esensi dan eksistensi kepemimpinan kepala sekolah.

B.   SARAN
Penulis menyarankan kepada pembaca agar dapat memahami materi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) khususnya yang berkaitan dengan Kepemimpinan dalam MBS agar dapat mengimplementasikan dengan baik di dalam kegiatan pembelajaran dan saat sudah terjun menjadi guru.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Effendy, Ek,Mochtar, 1986, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Bhratara Karya Aksara
2.      Terry, R. George,   2003, Prinsip-Prinsip Manajemen (alih bahasa J. Smith D. F.M.), Jakarta: Bumi Aksara
3.      Moedijarto, Prof. Dr., Ir., M.Sc., 2002, Sekolah Unggul Metodologi Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan, tanpa kota: Duta Graha Pustaka
4.      Mulyasa, Dr. E., M.Pd., 2002, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
5.       Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 2003),
6.      Damin, Sudarwan, op.cit.,
7.        Choliq, Abdul, MT, Inovasi Reformatif Menuju Madrasah Unggul, (tp, Semarang, 1998).
8.       A. Tafsir,_Profesionalisme dalam Pengelolaan Madrasah_, dalam Ahmad Zayadi (eds,), Supervisi Pendidikan Madrasah Kajian Teoritis dan Praktis, (Bandung: Institut for Religius and  Studies (IRIS) dan Basic Education Project (BEP), 2001.
9.      Soenarjo, R.H.A.,  dkk., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara/ Penterjemah Al Qur’an, 1971).



[1] Dr. Mulyasa E., M.Pd., 2002, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

[2] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 2003), ha. 153
[3] Dr. Mulyasa E., M.Pd., 2002, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

[4] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 2003), ha. 171-172
[5] Sudarwan Damin, op.cit., ha. 55-56.
[6] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 2003), ha. 173.

[7] Abdul Choliq MT, Inovasi Reformatif Menuju Madrasah Unggul, (tp, Semarang, 1998), ha. 17
[8] A. Tafsir,_Profesionalisme dalam Pengelolaan Madrasah_, dalam Ahmad Zayadi (eds,), Supervisi Pendidikan Madrasah Kajian Teoritis dan Praktis, (Bandung: Institut for Religius and  Studies (IRIS) dan Basic Education Project (BEP), 2001. Ha. 13
[9] R.H.A., Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara/ Penterjemah Al Qur’an, 1971), ha. 613.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar